Jatuh cinta
itu senut-senut rasanya. Tak enak tidur, tak enak makan, kebayang-bayang pacar melulu,
dan parahnya bisa sampai mengigau dalam keadaan sadar sekalipun. Seperti rusdi,
teman saya yang satu ini. Bosan saya mendengar ceritanya, tiap kali nongkrong
sama dia, mesti ceritanya itu melulu, cerita yang monoton dan stereotip di
kupingku. Seandainya saya nggak butuh rokoknya rusdi, jelas sudah saya tinggal
pergi. Ibaratnya barterlah, saya butuh rokoknya rusdi sedangkan dia butuh teman
mendengarkan sajak-sajak cintanya.
Saya pikir, rusdi
ini nekat betul macarin marni, anak perawannya mustopa yang terkenal galak itu.
Seantero kampung pasti kenal kalau mustopa itu galaknya minta ampun. Tapi, biarpun
begitu, marni itu memang manis dan aduhai. Saya akui itu. Sampai-sampai rusdi
rela bela-belain maen petak umpet sama bapaknya marni. Nah, sayalah yang selalu
jadi penjaganya kalau mereka lagi pacaran. Tiap kali rusdi dan marni janjian,
sayalah yang selalu disuruh mengawasi, tetapi tentunya sebungkus rokok kretek
sudah terselip dikantung baju saya. Di deket kandang kambing pak karko itulah,
tempat yang selalu dijadikan buat ketemuan dua sejoli yang dimabuk asmara itu, dan
dari jarak 10 meter itulah saya yang mengawasinya kalau-kalau ada orang atau
sesiapa saja yang lewat maka saya segera bertepuk tangan sebagai isyarat.
Tidak-apa-apa, sungguh saya ikhlas melakukannya, yang terpenting sebungkus
rokok kretek terselip di kantung baju saya.
Rupanya kisah
cinta rusdi dan marni tidak berjalan mulus. Permainan petak umpet mereka
terendus bapaknya marni. Alih-alih, tanpa sepengetahuan dua sejoli itu, mustopa
punya rencana busuk. Dia ingin memisahkan dua sejoli itu karena memang sedari
dulu mustopa punya keniatan menjodohkan marni dengan pilihannya sendiri, macam
jaman situ nurbaya. Maka ketika rusdi
pulang dari sawah, dia dihadang beberapa pemuda suruhan mustopa. Rusdi dihajar
sampai babak tanpa perlawanan. Sorenya dengan muka benyok-benyok dia datang mengadu
kepada saya. Melihat keadaanya yang menyedihkan saya pun turut prihatin.
Sementara itu, marni dirumahnya,
diultimatum sama bapaknya, nggak boleh keluar kemanapun. Ini benar-benar
membuat rusdi sangat frustasi, saya juga ikut frustasi, semenjak ada dinding
pemisah antara rusdi dan marni, tak ada lagi sebungkus rokok terselip di
kantung baju saya . Hadeuh. Dinding pemisah itu rupanya membuat kelakuan Rusdi
tiap hari persis orang sinting. Lantas suatu hari, entah setan mana yang
membisiki kedua anak manusia yang sedang dirundung asmara itu, sehingga
keduanya kabur tak jelas arah rimbanya. maka ramailah orang-orang sekampung.
Mustopa kalang kabut. Kelewang dijinjing kemana-mana, kali saja ketemu rusdi,
mungkin di cincangnya sampai nggak bersisa. Walhasil selang 4 hari, marni
pulang, mewek-mewek pula. Bapaknya tetep marah dan menghardik habis-habisan. Marni
diintrograsi 3 hari 3 malam. Setelah mendapat keterangan yang puas lantas mustopa menyimpulkan kalau anaknya telah
diculik rusdi. Maka ramai lagi orang-orang sekampung. Desas desus itu ternyata sampai juga di
telinga polisi dan tak ayal lagi segera saja rusdi diciduk, digiring
ramai-ramai ke kantor polisi. Ngenas betul. Saya sangat prihatin, apalagi saya
mengetahui jelas duduk perkaranya, bahwasanya rusdi dan marni itu kabur atas
dasar suka sama suka. Dan tentu saja saya nggak berani mengatakannya kepada
mustopa, bisa-bisa kepala saya dibacoknya.
Ngenas betul
nasib si rusdi. Gara-gara cinta dia dipenjara. Setiap saya menjenguknya, dia
nangis-nangis, bukan lantaran masuk penjara, melainkan kangen sama si marni.
Begitu juga si marni, kabarnya dia tak mau makan dan mengurung diri di kamar
semenjak rusdi dibui. Segala cara dilakukan mustopa agar anaknya itu mengubah
perilakunya, tetapi rupanya selalu gagal dan gagal. Akhirnya, mustopa nyerah
dan menuruti kemauan anaknya itu.
Hingga pada
waktu yang telah disepakati, rusdi dan marni dikawinkan. Nampak meriah sekali
acaranya. Saya terharu, senang sekaligus sedih juga. Setelah acara pernikahan
selesai, rusdi digelandang lagi ke kantor polisi, sesuai ketentuan yang telah
disepakati juga. Rusdi nangis keras-keras, marni semaput, mustopa tak dapat
berbuat apa-apa, dan saya sendiri melongo menahan kelu yang teramat sangat di
tenggorokan saya.